1.
Penguasaan
Kepulauan Indonesia
Sejak
pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan udara Jepang pada 8 Desember 1941, serangan terus dilancarkan ke
angkatan laut Amerika Serikat di Pasifik.
Kemenangan pasukan Jepang seolah-olah tak dapat dikendalikan dan pasukan itu berturut-turut menghancurkan
basis militer Amerika. Selain itu,
serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia
tersebut bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik
dan bahan industri perang, seperti minyak tanah, timah, dan
aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia
diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Pada
Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon dan seluruh Maluku Daerah Tarakan di Kalimantan Timur
kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12
Januari 1942). Jepang kemudian menyerang
Sumatera setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa
(Februari 1942). Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan
perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai
pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Dalam
upaya menguasai Jawa, telah terjadi pertempuran di Laut Jawa, yaitu antara tentara Jepang dengan Angkatan Laut Belanda
di bawah Laksamana Karel Doorman.
Tetapi belanda dan laksamana karel doorman gagal . Jenderal
Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada
tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura
sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin
oleh Kolonel Tonishoridan pendaratan disekitar
Bojonegoro dikoordinir oleh Mayjen Tsuchihash.
Untuk
menghadapi pasukan Jepang, sebenarnya Sekutu sudah
mempersiapkan diri, yaitu antara lain berupa tentara
gabungan ABDACOM dan sebagainya . Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di
Jawa dengan jumlah yang sangat besar, sehingga
pasukan Belanda tidak mampu memberikan perlawanan. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan
Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan
menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan mudah kota-kota di
Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang.
Pada
tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani
penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili
Jenderal Imamura Penandatanganan ini
dilaksanakan di Kalijati, Subang. Gubernur Jenderal
Tjarda ditawan. Namun Belanda segera mendirikan
pemerintahan pelarian (exile
government) di Australia di bawah pimpinan
H.J. Van Mook.
Sejak
Jepang berkembang menjadi negara industri dan tampil sebagai imperialis, Jepang
mulai membutuhkan daerah-daerah baru. Salah satu daerah baru yang dimaksud adalah Indonesia. Karena Indonesia kaya akan sumber daya alam
yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan industri
Jepang. Di samping itu, juga terdorong oleh ajaran yang berkaitan dengan Shintoisme, khususnya tentang Hakkoichiu, yakni
ajaran tentang kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran ini diterjemahkan bahwa
Jepang sebagai negara maju bertanggung jawab. Ajaran Hakko ichiu diperkuat
oleh keterangan antropolog yang menyatakan bahwa bangsa Jepang dan Indonesia
serumpun.
2. Selamat
Datang “Saudara Tua”
Kedatangan
Jepang di Indonesia disambut dengan senang hati oleh rakyat Indonesia. Jepang dielu-elukan sebagai
“Saudara Tua” yang dipandang dapat
membebaskan dari kekuasaan Belanda. Dimana-mana terdengar ucapan “banzai-banzai” (selamat
datang-selamat datang). Setiap kali Radio Tokyo memperdengarkan Lagu Indonesia Raya, di
samping Lagu Kimigayo. Bendera yang berwarna Merah Putih juga boleh dikibarkan berdampingan
dengan Bendera Jepang Hinomaru. Simpati
dan dukungan rakyat Indonesia itu nampaknya juga karena perilaku Jepang yang sangat membenci Belanda. Di samping itu, diperkuat
pula dengan ramalan jayabaya.
Tentara
Jepang juga mempropagandakan bahwa kedatangannya ke Indonesia untuk membebaskan rakyat
dari penjajahan
bangsa Barat.
Jepang juga akan membantu memajukan rakyat Indonesia. Untuk lebih meyakinkan
rakyat Indonesia, Jepang menegaskan kembali bahwa Jepang tidak lain adalah “saudara tua”,
jadi Jepang dan Indonesia sama.
Bahkan untuk meneguhkan progandanya tentang Pan-Asia, Jepang berusaha membentuk perkumpulan yang
diberi nama “Gerakan Tiga A”.
3.
Pembentukan
Pemerintahan Militer
Pada
tahun 1942 timbul pemikiran dari markas besar tentara jepang untuk melibatkan
penduduk dalam kemiiliteran . Pemerintah
Jepang di Indonesia kemudian membentuk pemerintahan militer. Di seluruh Kepulauan
Indonesia bekas Hindia Belanda itu wilayahnya dibagi menjadi tiga wilayah
pemerintahan militer :
a)
Pemerintahan
militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Kedua Puluh Lima (Tomi Shudan) untuk
Sumatera. Pusatnya di Bukittinggi.
b)
Pemerintahan
militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Keenam Belas(Asamu Shudan) untuk Jawa dan
Madura. Pusatnya di Jakarta. Kekuatan pemerintah militer ini kemudian ditambah
dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai).
c)
Pemerintahan
militer Angkatan Laut, yaitu (Armada Selatan Kedua) untuk daerah Kalimantan,
Sulawesi, dan Maluku. Pusatnya di Makassar
Pulau
Jawa yang merupakan pusat pemerintahan yang sangat penting waktu itu masih diberlakukan pemerintahan sementara. Hal ini berdasarkan Osamu Seirei (Undang-Undang
yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Ke-16). Di dalam undang-undang itu
antara lain berisi ketentuan sebagai berikut:
a.
Jabatan Gubernur Jenderal pada masa
Hindia Belanda dihapuskan dan segala kekuasaan yang dahulu dipegangnya diambil
alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
b.
Para pejabat pemerintah sipil beserta
pegawainya di masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya, asalkan memiliki
kesetiaan terhadap tentara pendudukan Jepang.
c.
Badan-badan pemerintah dan undang-undang
di masa Belanda tetap diakui secara sah untuk sementara waktu, asalkan tidak
bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang.
Adapun susunan pemerintahan militer Jepang tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Gunshirekan (panglima tentara) yang kemudian disebut dengan Seiko
Shikikan (panglima tertinggi) sebagai pucuk
pimpinan. Panglima tentara yang pertama dijabat oleh Jenderal Hitoshi
Imamura.
2.
Gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf.
Kepala staf yang pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki.
Kantor pusat pemerintahan militer ini disebut Gunseikanbu. Di lingkungan
Gunseikanbu ini terdapat empat bu (semacam departemen) dan
ditambah satu bu lagi, sehingga menjadi lima bu.
Adapun kelima bu itu adalah sebagai
berikut.
a. Somobu (Departemen Dalam Negeri).
b. Zaimubu (Departemen Keuangan).
c. Sangvobu (Departemen Perusahaan,
Industri dan Kerajinan Tangan) atau urusan Perekonomian.
d. Kotsubu (Departemen Lalu Lintas).
e. Shihobu (Departemen Kehakiman).
3.
Gunseibu (koordinator pemerintahan dengan tugas memulihkan ketertiban
dan keamanan atau semacam gubernur) yang meliputi:.
1. Jawa Barat : pusatnya di Bandung.
2. Jawa Tengah : pusatnya di Semarang.
3. Jawa Timur : pusatnya di Surabaya.
Ditambah dua daerah istimewa (Kochi) yakni Yogyakarta dan
Surakarta.
Di dalam pemerintahan itu, Jepang juga membentuk kesatuan Kempetai (Polisi
Militer). Di samping susunan pemerintahan tersebut, juga ditetapkan lagu
kebangsaan yang boleh diperdengarkan hanyalah Kimigayo. Padahal sebelum
tentara Jepang datang di Indonesia, Lagu Indonesia Raya sering diperdengarkan
di radio Tokyo.
Pada
awal pendudukan ini, secara kultural Jepang juga mulai melakukan perubahan-perubahan. Misalnya, untuk
petunjuk waktu harus digunakan tarikh
Sumera (tarikh Jepang), menggantikan tarikh Masehi.Waktu itu
tarikh Masehi
1942 sama dengan tahun 2602 Sumera. Setiap tahun (mulai tahun 1942) rakyat Indonesia.harus merayakan
Hari Raya Tencosetsu (hari raya lahirnya
Kaisar
Hirohito). Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang
penggunakan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunakan bahasa Jepang.
4. Pemerintahan
Sipil
Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer berusaha
meningkatkan Sistem pemerintahan, UU No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan
dimantapkan dengan UU No. 28 tentang pemerintahan shu serta tokubetsushi.
Menurut UU No. 28 ini, pemerintahan daerah yang tertinggi adalah shu (karesidenan).
Seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta,
dibagi menjadi daerah-daerah shu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten),gun
(kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan).
Seluruh Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 17 shu.
Pemerintahan
shu itu dipimpin oleh seorang shucokan. Shucokan memiliki
kekuasaan
seperti gubenur pada zaman Hindia Belanda meliputi kekuasaan legislatif dan
eksekutif. Dalam menjalankan pemerintahan shucokan dibantu oleh Cokan
Kanbo (Majelis Permusyawaratan Shu). Setiap Cokan Kanbo ini
memiliki tiga bu (bagian), yakni Naiseibu (bagian pemerintahan umum),Kaisaibu
(bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian).
B. Menganalisis Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan
Jepang
1.
Organisasi yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan
a.
Gerakan Tiga A
Untuk
mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan
Gerakan Tiga A (3A). Perkumpulan ini dibentuk pada tanggal 29 Maret 1942. Sesuai
dengan namanya, perkumpulan ini
memiliki tiga semboyan, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan
nippon pemimpin asia Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, sebagai pimpinan Gerakan Tiga A, bagian
propaganda Jepang (Sedenbu) telah menunjuk bekas tokoh Parindra Jawa Barat yakni Mr.
Syamsuddin sebagai ketua dengan dibantu beberapa tokoh lain seperti K. Sutan Pamuncak dan Moh.
Saleh.Di dalam
Gerakan
Tiga A juga dibentuk subseksi Islam yang disebut “Persiapan Persatuan Umat Islam”.
Subseksi Islam dipimpin olehAbikusno Cokrosuyoso. Pada Bulan Desember 1942 Gerakan Tiga A
dinyatakan gagal, karena Gerakan Tiga A ini kurang mendapat simpati dari
rakyat.
b.
Pusat Tenaga Rakyat
“Gerakan
Tiga A” telah gagal.Kemudian Jepang berusaha mengajak tokoh pergerakan nasional untuk melakukan kerjasama. Jepang kemudian
mendirikan organisasi pemuda, Pemuda Asia Raya di bawah pimpinan
Sukardjo Wiryopranoto.Organisasi itu juga tidak mendapat sambutan rakyat.
Kemudian jepang membubarkan organisasi ini .
Sementara
perkembangan Perang Asia Timur Raya mulai tidak menggembirakan. Kekalahan Jepang di berbagai
medan pertempuran telah menimbulkan
rasa tidak percaya dari rakyat. Oleh karena itu , Jepang harus dapat bekerja
sama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka,antara lain Sukarno dan Moh.
Hatta.
Jepang
berusaha untuk menggerakkan seluruh rakyat melalui tokoh-tokoh nasionalis. Jepang ingin membentuk
organisasi massa yang dapat bekerja untuk menggerakkan rakyat.Kemudian Sukarno, Hatta,
K.H.Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru.
Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dibentuk tanggal 16 April 1943. Mereka kemudian disebut
sebagai empat serangkai. Sebagai ketua panitia adalah Sukarno. Tujuan Putera
adalah untuk membangun dan menghidupkan
kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan oleh Belanda. Menurut Jepang, Putera bertugas untuk
memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia guna membantu Jepang dalam perang. Di
samping tugas di bidang propaganda,
Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial ekonomi.
Putera memiliki pimpinan pusat dan
pimpinan daerah. Pimpinan pusat dikenal sebagai Empat Serangkai. Kemudian
pimpinan daerah dibagi, sesuai dengan tingkat daerah, yakni tingkat syu,
ken, dan gun.
c. MIAI dan Masyumi
Sebuah organisasi Islam MIAI yang cukup
berpengaruh yang dibekukan oleh pemerintah kolonial Belanda, mulai dihidupkan
kembali oleh pemerintah pendudukan Jepang.Tepat pada tanggal 4 September 1942
MIAI diizinkan aktif kembali.
Dengan diaktifkannya kembali MIAI, maka MIAI
menjadi organisasi pergerakan yang cukup penting di zaman pendudukan Jepang.
MIAI menjadi tempat bersilaturakhim, menjadi wadah tempat berdialog, dan
bermusyawarah untuk membahas berbagai hal yang menyangkut kehidupan umat, dan
tentu saja bersinggungan dengan perjuangan. MIAI senantiasa menjadi organisasi
pergerakan yang cukup diperhitungkan dalam perjuangan membangun kesatuan dan
kesejahteraan umat. Semboyan yang terkenal adalah “berpegang teguhlah kamu
sekalian pada tali Allah dan janganlah berpecah belahh”. Dengan demikian pada
masa pendudukan Jepang, MIAI berkembang baik.Kantor pusatnya semula di Surabaya
kemudian pindah ke Jakarta.
Adapun
tugas dan tujuan MIAI waktu itu adalah:
a.
Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia.
b.
Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
c. Ikut
membantu Jepang dalam Perang AsiaTimur Raya
Untuk merealisasikan tujuan dan melaksanakan
tugas itu, MIAI membuat program yang lebih menitikberatkan pada program-program
yang bersifat sosio-religius.Secara khusus program-program itu akan diwujudkan
melalui rencana:
(1)
pembangunan masjid Agung di Jakarta, (2) mendirikan universitas, dan (3)
membentuk baitulmal. Dari ketiga program ini yang mendapatkan lampu hijau dari
Jepang hanya program yang ketiga.
MIAI menjadi tempat pertukaranpikiran dan
pembangunan kesadaran umat agar tidak terjebak pada perangkap kebijakan Jepang
yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada bulan Mei 1943,
MIAI berhasil membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir. Sofwan dan juga
membentuk Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah. Bahkan dalam
mengembangkan aktivitasnya, MIAI juga menerbitkan majalah yang disebut “Suara
MIAI”. Dana yang terkumpul dari program tersebut semata-mata untuk
mengembangkan organisasi dan perjuangan dijalan Allah, bukan untuk membantu
Jepang. Arah perkembangan MIAI ini mulai dipahami oleh Jepang. MIAI tidak
memberi konstribusi terhadap Jepang. Hal tersebut tidak sesuai dengan harapan
Jepang sehingga pada November 1943 MIAI dibubarkan. Sebagai penggantinya,
Jepang membentuk Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Harapan dari
pembentukan majelis ini adalah agar Jepang dapat mengumpulkan dana dan dapat
menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan perang Asia Timur Raya. Ketua
majelis ini adalah Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur
dan Wahid Hasyim. Orang yang diangkat menjadi penasihat dalam majelis ini
adalah Ki Bagus Hadikusumo dan Abdul Wahab. Masyumi sebagai induk organisasi
Islam, anggotanya sebagian besar dari para ulama. Dengan kata lain, para ulama
dilibatkan dalam kegiatan pergerakan politik.
Masyumi berhasil meningkatkan hasil bumi dan
pengumpulan dana. Dalam perkembangannya, tampil tokoh-tokoh muda di dalam
Masyumi antara lain Moh. Natsir, Harsono Cokroaminoto, dan Prawoto
Mangunsasmito. Masyumi berkembang menjadi wadah untuk bertukar pikiran antara
tokoh-tokoh Islam dan sekaligus menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat.
Masyumi menjadi organisasi massa yang pro rakyat, sehingga menentang keras
adanya romusa. Masyumi menolak perintah Jepang dalam pembentukannya sebagai
penggerak romusa. Dengan demikian Masyumi telah menjadi organisasi pejuang yang
membela rakyat.
d. Jawa Hokokai
Tahun 1944, situasi Perang Asia Timur Raya
mulai berbalik, tentara Sekutu dapat mengalahkan tentara Jepang di berbagai
tempat. Hal ini menyebabkan kedudukan Jepang di Indonesia semakin
mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Panglima Tentara ke-16, Jenderal Kumaikici
Harada membentuk organisasi baru yang diberinama Jawa Hokokai (Himpunan
Kebaktian Jawa).
Rakyat diharapkan mem-berikan darma baktinya
terhadap pemerintah demi kemenangan perang. Kebaktian yang dimaksud memuat tiga
hal: (1) mengorbankan diri, (2) mempertebal persaudaraan, dan (3) melaksanakan
suatu tindakan dengan bukti.
Adapun
program-program kegiatan Jawa Hokokai antara lain sebagai berikut:
a.
Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang.
b.
Memimpin rakyat untuk mengembangkan tenaganya berdasarkan semangat
persaudaraan.
c. Memperkokoh
pembelaan tanah air.
Organisasi Jawa Hokokai ini tidak berkembang
di luar Jawa, sehingga Golongan nasionalis di luar Jawa kurang mendapatkan
wadah. Penguasa di luar Jawa seperti di Sumatra berpendapat bahwa di Sumatra
terdapat banyak suku, bahasa, dan adat istiadat, sehingga sulit dibentuk
organisasi yang besar dan memusat, kalau ada hanya lokal di tingkat daerah
saja. Dengan demikian, organisasi Jawa Hokokai ini juga dapat berkembang sesuai
yang diinginkan Jepang.
2.
Organisasi-organisasi Militer dan Semimiliter
Sesuai dengan sifat pemerintahan militer,
Jepang berusaha mengerahkan rakyat Indonesia, terutama para pemuda melalui
berbagai macam organisasi yang bersifat semimiliter dan juga yang bersifat
militer.
a. Pengerahan
Tenaga Pemuda
para pemuda dijadikan sasaran utama bagi
propaganda Jepang. Dengan“Gerakan Tiga A” serta semboyan Jepang, Indonesia sama
saja, Jepang saudara tua, tampaknya cukup menarik bagi kalangan pemuda.
Pernyataan Jepang tentang persamaan, dinilai sebagai suatu perubahan baru dari
keadaan di masa Belanda yang begitu diskriminatif.
Salah satu cara untuk menanamkan nilat-nilai
tersebut kepada kaum muda adalah dengan pendidikan, baik pendidikan umum maupun
pendidikan khusus. Pendidikan umum, seperti sekolah rakyat (sekolah dasar) dan
sekolah menengah. Sedangkan pendidikan khusus adalah latihan-latihan yang
diadakan oleh Jepang.Latihan-latihan yang diadakan Jepang, antara lain BPAR
(Barisan Pemuda Asia Raya).Wadah ini digunakan untuk menanamkan semangat
Jepang. BPAR diadakan dari tingkat pusat di Jakarta. Kemudian di daerah-daerah
dibentuk Komite Penginsafan Pemuda, yang anggota-anggotanya terdiri atas unsur
kepanduan. Bentuk komite seperti ini sifatnya lokal dan disesuaikan dengan
situasi daerah masing-masing.
Barisan Pemuda Asia Raya tingkat pusat
diresmikan pada tanggal 11 Juni 1942 dengan pimpinan dr. Slamet Sudibyo dan
S.A. Saleh. Sebenarnya,BPAR bagian dari Gerakan Tiga A. Program latihan di BPAR
diadakan dalam jangka waktu tiga bulan dan jumlah peserta tidak dibatasi. Semua
pemuda boleh masuk mengikuti latihan.
Selain BPAR, Jepang juga membentuk wadah
latihan yang disebut San A Seinen Kutensho di bawah Gerakan Tiga A, yang
diprakarsai oleh H.Shimuzu dan Wakabayashi. Meskipun telah dibentuk San A
Seinen Kutensho, perkumpulan kepanduan juga masih diadakan, misalnya
“Perkemahan Kepanduan Indonesia” (Perkindo) yang diadakan di Jakarta. Gerakan
kepanduan merupakan wadah yang cukup baik untuk membina kader yang penuh
semangat dan disiplin. Perkumpulan ini pernah dikunjungi oleh Gunseikan dan
tokoh Empat Serangkai dari Putera.
b. Organisasi Semimiliter
Seinendan
Seinendan (Korps Pemuda) adalah organisasi
para pemuda yang berusia 14- 22 tahun. Tujuan dibentuknya Seinendan adalah
untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan
tanah airnya dengan kekuatan sendiri.
Pengkordinasian kegiatan Seinendan ini
diserahkan kepada penguasa setempat. Misalnya di daerah tingkat syu, ketuanya
syucokan sendiri. Begitu juga di daerah ken, ketuanya kenco sendiri dan
seterusnya. Untuk memperbanyak jumlah Seinendan, Jepang juga menggerakkan
Seinendan bagian putri yang disebut Josyi Seinendan.Sampai pada masa akhir
pendudukan Jepang, jumlah Seinendan itu mencapai sekitar 500.000 pemuda.
Tokoh-tokoh Indonesia yang pernah menjadi anggota Seinendan antara lain,Sukarni
dan Latif Hendraningrat.
Keibodan
Organisasi Keibodan (Korps Kewaspadaan)
merupakan organisasi semimiliter yang anggotanya para pemuda yang berusia
antara 25-35 tahun. Organisasi Seinendan dan Keibodan dibentuk di daerah-daerah
seluruh Indonesia, meskipun namanya berbeda-beda. Misalnya di Sumatra disebut
Bogodan dan di Kalimantan disebut Borneo Konan Kokokudan. Jumlah anggota
Seinendan diperkirakan mencapai dua juta orang dan Keibodan mencapai sekitar
satu juta anggota. Di samping Seinendan dan Keibodan, pada bulan Agustus 1943
juga dibentuk Fujinkai (Perkumpulan Wanita). Anggotanya minimal harus berusia
15 tahun. Fujinkai bertugas di garis belakang untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kesehatan masyarakat melalui kegiatan pendidikan dan kursus-kursus.Ketika
situasi perang semakin memanas, Fujinkai ini juga diberi latihan militer
sederhana, bahkan pada tahun 1944 dibentuk “Pasukan Srikandi”. Organisasi
sejenis juga dibentuk untuk usia murid SD yang disebut Seinentai (barisan murid
sekolah dasar), kemudian dibentuk Gakukotai (barisan murid sekolah lanjutan).
Barisan Pelopor
Pada pertengahan tahun, diadakan rapat
Chuo-Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat). Organisasi “Barisan Pelopor”
berkembang di daerah perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer
bagi para pemuda, meskipun hanya menggunakan peralatan yang sederhana, seperti
senapan kayu dan bambu runcing.
Barisan Pelopor ini berada di bawah naungan
Jawa Hokokai. Anggotanya mencapai 60.000 orang. Di dalam Barisan Pelopor ini,
dibentuk Barisan Pelopor Istimewa yang anggotanya dipilih dari asrama-asrama
pemuda yang terkenal. Anggota Barisan Pelopor Istimewa berjumlah 100 orang,
diantaranya ada Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur, dan Asmara Hadi. Ketua Barisan
Pelopor Istimewa adalah Sudiro. Barisan Pelopor Istimewa berada di bawah
kepemimpinan para nasionalis,sehingga berkembang pesat. Dengan adanya
organisasi ini, semangat nasionalisme dan rasa persaudaraan di lingkungan
rakyat Indonesia menjadi berkobar.
Hizbullah
Pada tanggal 7 September 1944, PM Jepang,
Kaiso mengeluarkan janji tentang kemerdekaan untuk Indonesia. Sementara keadaan
di medan perang, Jepang mengalami berbagai kekalahan. Jepang mulai merasakan
berbagai kesulitan. Keadaan tersebut memicu Jepang untuk menambah kekuatan yang
telah ada. Jepang merencanakan untuk membentuk pasukan cadangan khusus dan
pemuda-pemuda Islam sebanyak 40.000 orang.
Tugas
pokok Hizbullah adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai tentara cadangan dengan tugas:
1.
melatih diri, jasmani maupun rohani dengan segiat-giatnya,
2.
membantu tentara Dai Nippon,
3.
menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh, dan
4.
menggiatkan dan menguatkan usaha-usaha untuk kepentingan perang.
b.
Sebagai pemuda Islam, dengan tugas:
1.
menyiarkan agama Islam,
2.
memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama, dan
3.
membela agama dan umat Islam Indonesia.
3. Organisasi Militer
a. Heiho
Heiho (Pasukan Pembantu) adalah prajurit
Indonesia yang langsung ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang, baik
Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Syarat-syarat untuk menjadi tentara Heiho
antara lain: (1) umur 18-25 tahun, (2) berbadan sehat, (3) berkelakuan baik,
dan (4) berpendidikan minimal sekolah dasar. Tujuan pembentukan Heiho adalah
membantu tentara Jepang. Kegiatannya antara lain, membangun
b.
Peta
Jepang
berencana membentuk pasukan untuk mempertahankan tanah air
Indonesia
yang disebut Pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Peta adalah organisasi militer
yang secara resmi berdiri pada tanggal 3 Oktober 1943. Berdirinya Peta ternyata
mendapat sambutan hangat di kalangan pemuda. Banyak di antara para pemuda yang
tergabung
dalam
Seinendan mendaftarkan diri menjadi anggota Peta. Anggota Peta
yang
bergabung berasal dari berbagai golongan di dalam masyarakat. Peta dimaksudkan sebagai
pasukan gerilya yang membantu melawan apabila sewaktu-waktu
terjadi
serangan dari pihak musuh. Jelasnya, Peta bertugas membela dan mempertahankan
tanah air Indonesia dari serangan Sekutu. Dalam kedudukannya di struktur
oraganisasi militer Jepang, Peta memiliki kedudukan yang lebih bebas/fleksibel
dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang sampai mencapai perwira.
C.
Menganalisis Pengerahan dan Penindasan Versus
Perlawanan
1.
Ekonomi Perang
Artinya, semua kekuatan ekonomi di
Indonesia digali untuk
menopang
kegiatan perang. Sasaran utamanya antara lain Korea dan Indonesia. Dalam bidang
ekonomi, Indonesia sangat menarik bagi Jepang. Sebab Indonesia merupakan
kepulauan yang begitu kaya akan berbagai hasil bumi, pertanian, tambang, dan
lain-lainnya. Kekayaan Indonesia tersebut sangat cocok untuk kepentingan
industri Jepang. Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil
kebijakan dalam bidang
ekonomi
yang sering disebut self help. Hasil perekonomian di Indonesia dijadikan
modal untuk mencukupi kebutuhan pemerintahan Jepang yang sedang berkuasa di
Indonesia. Kebijakan Jepang itu juga sering disebut dengan Ekonomi Perang.
2.
Pengendalian di Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan
Pemerintah
Jepang mulai membatasi kegiatan pendidikan. Para pelajar harus menghormati
budaya dan adat istiadat Jepang. Merekajuga harus melakukan kegiatan kerja
bakti (kinrohosyi). Kegiatan kerja bakti itu meliputi, pengumpulan
bahan-bahan untuk perang, penanaman bahan makanan, penanaman pohon jarak,
perbaikan jalan, dan pembersihan asrama. Para pelajar juga harus mengikuti
kegiatan latihan jasmani dan kemiliteran.
Mereka
harus benar-benar menjalankan semangat Jepang (Nippon Seishin).
Para
pelajar juga harus menyanyikan lagu Kimigayo, menghormati bendera Hinomaru
dan melakukan gerak badan (taiso) serta seikerei. Akibat
keputusan pemerintah Jepang tersebut, membuat angka buta huruf menjadi
meningkat. Oleh karena itu, pemuda Indonesia mengadakan program pemberantasan
buta huruf yang dipelopori oleh Putera.
Bagi
Jepang, pelaksanaan pendidikan bagi rakyat Indonesia bukan untuk membuat
pandai, tetapi dalam rangka untuk pembentukan kaderkader yang memelopori
program Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.Oleh karena itu, sekolah selalu
menjadi tempat indoktrinasi kejepangan.
3.
Pengerahan Romusa
Rakyat yang dijadikan romusa pada
umumnya adalah rakyat yang bertenaga kasar. Romusa sukarela terdiri atas para
pegawai yang bekerja (tidak digaji) selama satu minggu di suatu tempat yang
penting yang disebut “Pekan Perjuangan Mati-Matian”,akan tetapi menjadi sebuah
keharusan dan paksaan. Rakyat Indonesia yang menjadi romusa itu diperlakukan
dengan tidak senonoh, tanpa mengenal peri kemanusiaan. Mereka dipaksa bekerja
sejak pagi hari sampai petang, tanpa makan dan pelayanan yang cukup,mereka
hanya dapat beristirahat pada malam hari. Kesehatan mereka tidak terurus. Tidak
jarang di antara mereka jatuh sakitbahkan mati kelaparan.
Untuk
menutupi kekejamannya dan agar rakyat merasa tidak dirugikan,
sejak
tahun 1943,Jepang menyebut romusa itu sebagai “Prajurit Ekonomi” atau “Pahlawan
Pekerja”.
4.
Perang Melawan Tirani Jepang
Jepang
seringkali bertindak sewenang-wenang. Rakyat tidak bersalah ditangkap, ditahan,
dan disiksa. Kekejaman itu dilakukan oleh kempetai (polisi militer
Jepang). Pada masa pendudukan Jepang banyak gadis dan perempuan Indonesia yang
ditipu oleh Jepang dengan dalih untuk bekerja sebagai perawat atau
disekolahkan, ternyata hanya dipaksa untuk melayani para kempetai.
a.
Aceh Angkat Senjata
Salah satu
perlawanan terhadap Jepang di Aceh adalah perlawananan rakyat yang terjadi di
Cot Plieng yang dipimpin oleh Abdul Jalil. Abdul Jalil adalah seorang ulama
muda, guru mengaji di daerah Cot Plieng, Provinsi Aceh. Abdul Jalil memimpin
rakyat Cot Plieng untuk melawan tindak penindasan dan kekejaman yang dilakukan
pendudukan Jepang. Pada tanggal 24 November 1942, Jepang menyerang saat rakyat sedang menjalankan ibadah salat
subuh. Namun berhasil menghancurkan pertahanan rakyat Cot Plieng, setelah
Jepang membakar masjid. Beberapa hari kemudian, saat Abdul Jalil dan
pengikutnya sedang menjalankan sholat, mereka ditembaki oleh tentara Jepang
sehingga Abdul Jalil gugur sebagai pahlawan bangsa. Kebencian rakyat Aceh
terhadap Jepang semakin meluas sehingga muncul perlawanan di Jangka Buyadi
bawah pimpinan perwira Gyugun Abdul Hamid. Jepang menangkap dan
menyandera semua anggota keluarga Abdul Hamid. Dengan berat hati akhirnya Abdul
Hamid mengakhiri perlawanannya.
b.
Perlawanan di Singaparna
Perlawanan meletus pada bulan
Februari, 1944.Perlawanan dipimpin oleh Kiai Zainal Mustafa, seorang ajengan
di Sukamanah, Singaparna. Ia sangat menentang kebijakan-kebijakan Jepang
yang tidak sesuai denganajaran Islam. Bahkan Zainal Mustafa secara
diam-diam
telah membentuk “Pasukan Tempur Sukamanah” yang dipimpin oleh ajengan
Najminudin. Pertempuran terjadi lebih kurang satu jam di kampung
Sukamanah.Karena jumlah pasukan yang lebih besar dan peralatan senjata yang
lebih lengkap, tentara Jepang berhasil mengalahkan pasukan Zainal Mustafa. Pada
tanggal 25 Oktober 1944,
mereka
dihukum mati. Sementara Kiai Emar ( guru Zainal Mustafa ) disiksa oleh polisi
Jepang dan akhirnya meninggal.
c.
Perlawanan di Indramayu
Perlawanan
rakyat Indramayu antara lain terjadi di Desa Kaplongan,Distrik Karangampel pada
bulan April 1944. Kemudian pada bulan Juli,muncul pula perlawanan rakyat di
Desa Cidempet, Kecamatan Lohbener. Perlawanan tersebut terjadi karena
rakyat merasa tertindas dengan adanya kebijakan penarikan hasil padi yang
sangat memberatkan. Rakyat protes dan melawan. Mereka bersemboyan “lebih
baik mati melawan Jepang daripada mati kelaparan”. Setelah kejadian tersebut,
maka terjadilah perlawanan yang dilancarkan oleh rakyat. Namun, sekali lagi
rakyat tidak mampu melawan kekuatan Jepang yang didukung dengan tentara dan
peralatan yang lengkap.
d.
Rakyat Kalimantan Angkat Senjata
Salah satu perlawanan di Kalimantan
adalah perlawanan yang dipimpin oleh Pang Suma, seorang pemimpin Suku Dayak.
Pang Suma dan pengikutnya melancarkan perlawanan terhadap Jepang dengan taktik
perang gerilya. Mereka hanya berjumlah sedikit, tetapi dengan bantuan rakyat
yang militan dan dengan memanfaatkan keuntungan
alam
—rimba belantara, sungai, rawa, dan daerah yang sulit ditempuh—perlawanan
berkobar dengan sengitnya. Namun, perang ini dapat ditaklukan karena adanya
mata-mata Jepang.
e.
Perlawanan Rakyat Irian
Gerakan
perlawanan yang terkenal di Papua adalah “Gerakan Koreri” yang berpusat di Biak
dengan pemimpinnya bernama L. Rumkorem. Biak merupakan pusat pergolakan untuk melawan
pendudukan Jepang. Rakyat Irian memiliki semangat juang pantang menyerah,
sekalipun Jepang sangat kuat, sedangkan rakyat hanya menggunakan senjata
seadanya untuk melawan. Ternyata perlawanan di tanah Irian ini juga meluas ke
berbagai daerah, dari Biak kemudian ke Yapen Selatan. Salah seorang pemimpin
perlawanan di
daerah ini
adalah Silas Papare. Rakyat Yape Selatan mendapatkan bantuan senjata dari
Sekutu, bantuan senjata itu membantu rakyat Yape Selatan untuk mengalahkan
Jepang.
f.
Peta di Blitar Angkat Senjata
Penderitaan
rakyat yang menimbulkan rencana para anggota Peta di Blitar untuk melancarkan
perlawanan terhadap pendudukan Jepang. Pada tanggal 29 Februari
1945 dini
hari, Supriyadi dengan teman-temannya mulai bergerak. Mereka
melepaskan
tembakan mortir, senapan mesin, dan granat dari daidan, lalu keluar
dengan bersenjata lengkap. Pimpinan tentara Jepang kemudian menyerukan kepada
segenap
anggota Peta yang melakukan serangan, agar segera kembali ke induk
kesatuan
masing-masing. Tetapi mereka yang kembali ke induk pasukannya memenuhi
panggilan justru ditangkapi, ditahan, dan disiksa oleh polisi Jepang.
Untuk menghadapi perlawanan Peta di
bawah pimpinan Supriyadi, Jepang
mengerahkan
semua pasukannya dan mulai memblokir serta mengepung
pertahanan
pasukan Peta tersebut. Namun, pasukan Supriyadi tetap bertahan. Mengingat
semangat, tekad, dan keuletan pasukan Supriyadi dan Muradi tersebut,
maka
Jepang mulai menggunakan tipu muslihat. Pasukan Supriyadi juga menyatakan
menyesal atas perbuatan melawan Jepang dan berjanji untuk setia kepada
kesatuannya. Mereka tidak menyadari bahwa telah masuk perangkap, karena dari
tempat-tempat yang gelap pasukan Jepang telah mengepung mereka. Mereka kemudian
dilucuti senjatanya dan ditawan, diangkut ke Markas Kempetai Blitar.
Tokoh-tokoh dan anggota Peta yang
ditangkap
kemudian diadili di depan Mahkamah Militer Jepang di Jakarta.
4. Perang Melawan Tirani Jepang
Jepang
yang mula-mula disambut dengan senang hati, kemudian berubah menjadi
kebencian.Rakyat bahkan lebih benci pada pemerintah Jepang daripada pemerintah
Kolonial Belanda. Jepang seringkali bertindak sewenang-wenang. Rakyat tidak
bersalah ditangkap,ditahan, dan disiksa.
a.
Aceh Angkat Senjata
Salah
satu perlawanan terhadap Jepang di Aceh adalah perlawananan rakyat yang terjadi
di Cot Plieng yang dipimpin oleh Abdul Jalil. Abdul Jalil adalah seorang ulama
muda, guru mengaji di daerah Cot Plieng, Provinsi Aceh. Karena melihat
kekejaman dan kesewenangan pemerintah pendudukan Jepang, terutama terhadap
romusa, maka rakyat Cot Plieng melancarkan perlawanan.Abdul Jalil memimpin
rakyat Cot Plieng untuk melawan tindak penindasan dan kekejaman yang dilakukan
pendudukan Jepang.
Jepang
berusaha membujuk Abdul Jalil untuk berdamai. Namun, Abdul Jalil bergeming
dengan ajakan damai itu. Karena Abdul Jalil menolak jalan damai, pada tanggal
10 November 1942, Jepang mengerahkan pasukannya untuk menyerang Cot Plieng
peperangan berlangsung pada 24 November 1942. Jepang menyerang pada saat salat
subuh, Jepang menangkap dan menyandera semua anggota keluarga Abdul Hamid.
Dengan berat hati akhirnya Abdul Hamid mengakhiri perlawanannya.
b.
Perlawanan di Singaparna
Singaparna
di bawah Kiai Zainal Mustafa menentang keras untuk melakukan seikeirei. Itulah
sebabnya rakyat Singaparna mengangkat senjata melawan Jepang. Perlawanan
meletus pada bulan Februari, 1944. Zainal Mustafa secara diam-diam telah
membentuk “Pasukan Tempur Sukamanah” yang dipimpin oleh ajengan Najminudin.
Kiai
Zainal Mustafa memulai pertempuran pada salah satu hari Jumat di bulan Februari
1944. Hari berikutnya datang kembali rombongan utusan Jepang ke Sukamanah untuk
mengadakan kembali perundingan dengan Zainal Mustafa, akan tetapi utusan Jepang
itu bersikap congkak dan sombong untuk menunjukkan bahwa Jepang memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dan lebih kuat. Hal ini menyulut kemarahan pengikut
Zainal Mustafa, sehingga utusan Jepang itu pun dilucuti senjatanya dan
ditangkap bahkan ada yang dibunuh, sementara ada juga yang berhasil melarikan
diri.
Zainal Mustafa dengan pengikutnya bertempur
mati-matian untuk menghadapi gempuran dari pihak Jepang. Karena jumlah pasukan
yang lebih besar dan peralatan senjata yang lebih lengkap, tentara Jepang
berhasil mengalahkan pasukan Zainal Mustafa. Dalam pertempuran ini banyak
berguguran para pejuang Indonesia. Kiai Zainal Mustafa ditangkap Jepang bersama
gurunya Kiai Emar. Selanjutnya Kiai Zainal Mustafa bersama 27 orang pengikutnya
diangkut ke Jakarta. Pada tanggal 25 Oktober 1944, mereka dihukum mati.
Sementara Kiai Emar disiksa oleh polisi Jepang dan akhirnya meninggal.
c.
Perlawanan di Indramayu
Perlawanan
rakyat Indramayu antara lain terjadi di Desa Kaplongan, Distrik Karangampel
pada bulan April 1944. Kemudian pada bulan Juli, muncul pula perlawanan rakyat
di Desa Cidempet, Kecamatan Lohbener.Perlawanan tersebut terjadi karena rakyat
merasa tertindas dengan adanya kebijakan penarikan hasil padi yang sangat
memberatkan. Rakyat yang baru saja memanen padinya harus langsung dibawa ke
balai desa. Setelah itu, pemilik mengajukan permohonan kembali untuk mendapat
sebagian padi hasil panennya. Rakyat tidak dapat menerima cara-cara Jepang yang
demikian. Rakyat protes dan melawan. Mereka bersemboyan “lebih baik mati
melawan Jepang daripada mati kelaparan”. Setelah kejadian tersebut, maka
terjadilah perlawanan yang dilancarkan oleh rakyat. Namun, sekali lagi rakyat
tidak mampu melawan kekuatan Jepang yang didukung dengan tentara dan peralatan
yang lengkap. Rakyat telah menjadi korban dalam membela bumi tanah airnya.
d.
Rakyat Kalimantan Angkat Senjata
Salah
satu perlawanandi Kalimantan adalah perlawanan yang dipimpin oleh Pang Suma,
seorang pemimpin Suku Dayak. Pemimpin Suku Dayak ini memiliki pengaruh yang
luas di kalangan orang-orang atau suku-suku dari daerah Tayan, Meliau, dan
sekitarnya.
e.
Perlawanan Rakyat Irian
Gerakan
perlawanan yang terkenal di Papua adalah “Gerakan Koreri”yang berpusat di Biak
dengan pemimpinnya bernama L. Rumkorem. Biak merupakan pusat pergolakan untuk
melawan pendudukan Jepang. Rakyat Irian memiliki semangat juang pantang
menyerah, sekalipun Jepang sangat kuat, sedangkan rakyat hanya menggunakan
senjata seadanya untuk melawan. Rakyat Irian terus memberikan perlawanan di
berbagai tempat.
Salah seorang pemimpin perlawanan didaerah ini
adalah Silas Papare. Perlawanan di daerah ini berlangsung sangat lama bahkan
sampai kemudian tentara Jepang dikalahkan Sekutu. Setelah berjuang bergerilya
dalam waktu yang sangat lama, rakyat Yape Selatan mendapatkan bantuan senjata
dari Sekutu, bantuan senjata itu membantu rakyat Yape Selatan untuk mengalahkan
Jepang.
f.
Peta di Blitar Angkat Senjata
Sebagai
komandan Peta, Supriyadi cukup memahami bagaimana penderitaan rakyat akibat
penindasan yang dilakukan Jepang. Jepang. Pada tanggal 29 Februari 1945 dini
hari, Supriyadi dengan teman-temannya mulai bergerak. Mereka melepaskan
tembakan mortir, senapan mesin, dan granat dari daidan, lalu keluar dengan
bersenjata lengkap. Setelah pihak Jepang mengetahui adanya gerakan penyerbuan
itu, mereka segera mendatangkan pasukan yang semuanya orang Jepang.
Pimpinan
tentara Jepang kemudian menyerukan kepadasegenap anggota Peta yang melakukan
serangan, agar segera kembali ke induk kesatuan masing-masing. Beberapa
kesatuan mulai memenuhi perintah pimpinan tentara Jepang itu. Mereka
ditangkapi, ditahan, dan disiksa oleh polisi Jepang. Mereka yangtetap melakukan
perlawanan itu antara lain peleton pimpinan Shodanco, Supriyadi, dan Muradi.
Mereka membuat pertahanan di lereng Gunung Kawi dan Distrik Pare.
Mengingat
semangat, tekad, dan keuletan pasukan Supriyadi dan Muradi tersebut,maka Jepang
mulai menggunakan tipu muslihat. Tidak terlalu lama akhirnya perlawanan Peta di
Blitar di bawah pimpinan Supriyadi ini dapat dipadamkan. Tokoh-tokoh dan
anggota Peta yang ditangkap kemudian diadili di depan Mahkamah Militer Jepang
di Jakarta. Setelah melalui beberapa kali persidangan, mereka kemudian dijatuhi
hukuman sesuai dengan peranan masing-masing dalam perlawanan itu. Ada yang
mendapat pidana mati, ada yang seumur hidup, dan sebagainya. Mereka yang
dipidana mati antara lain, dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudijoyo,
Sunanto, dan Sudarno. Sementara itu, Supriyadi tidak jelas beritanya dan tidak
disebut-sebut dalam pengadilan tersebut.
D.
Dampak Kedatangan Saudara Tua dalam Berbagai Kehidupan
1.
Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia
a.
Bidang Politik
Dalam
bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang penggunaan bahasa
Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Struktur pemerintahan dibuat
sesuai dengan keinginan Jepang. Setiap upacara bendera dilakukan penghormatan
kearah Tokyo dengan membungkukkan badan 90 derajat yang ditujukan pada Kaisar
Jepang Tenno Heika.
Jepang
juga membentuk pemerintahan militer dengan angkatan darat dan angkatan laut.
Angkatan darat yang meliputi Jawa-Madura berpusat di Batavia. Sementara itu di
Sumatera berpusat di Bukittinggi, angkatan lautnya membawahi Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian, sebagai pusatnya di Ujungpandang.
Pemerintahan itu berada dibawah pimpinan Panglima Tertinggi Jepang untuk Asia
Tenggara yang berkedudukan di Dalat (Vietnam).
Jepang juga membentuk
organisasi-organisasi dengan maksud sebagai alat propaganda, seperti gerakan
Tiga A dan Gerakan Putera, tetapi gerakan tersebut gagal dan dimanfaatkan oleh
kaum pergerakan sebagai wadah untuk pergerakan nasional. Tujuan utama
pemerintah Jepang adalah menghapuskan pengaruh Barat dan menggalang masyarakat
agar memihak Jepang. Pemerintah Jepang juga menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia yang diucapkan oleh PM Tojo dalam kunjungannya ke Indonesia pada
September 1943. Kebijakan politik Jepang yang sangat keras itu membangkitkan
semangat perjuangan rakyat Indonesia terutama kaum nasionalis untuk segera
mewujudkan cita-cita mereka, yaitu Indonesia merdeka.
b.
Keadaan Sosial-Budaya dan Ekonomi
Untuk
membiayai Perang Pasifik, Jepang mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia.
Mereka dikerahkan untuk membuat benteng-benteng pertahanan. di kota-kota
dibentuk barisan romusa sebagai sarana propaganda. Propaganda yang kuat itu
menarik pemuda-pemuda untuk bergabung dengan sukarela. Pengerahan tenaga kerja
yang mulanya sukarela lama-lama menjadi paksaan. Panitia pengerahan disebut
dengan Romukyokai, yang ada disetiap daerah.
Para pekerja romusa itu diperlakukan
dengan kasar dan kejam. Mereka tidak dijamin kehidupannya, kesehatan dan makan
tidak diperhatikan. Banyak pekerja romusa yang jatuh sakit dan meninggal. Untuk
mengembalikan citranya, Jepang mengadakan propaganda dengan menyebut pekerja
romusa sebagai “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi”.
Saat itu kondisi masyarakat
menyedihkan. Bahan makanan sulit didapat akibat banyak petani yang menjadi
pekerja romusa. Gelandangan di kota-kota besar semakin tumbuh sumbur. Tidak
jarang mereka mati kelaparan di jalanan atau di bawah jembatan. Penyakit kudis
menjangkiti masyarakat. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar. Barang-barang
keperluan sulit didapatkan dan semakin sedikit jumlahnya.
Semua objek vital dan alat-alat
produksi dikuasai Jepang dan diawasi sangat ketat. Pemerintah Jepang
mengeluarkan peraturan untuk menjalankan perekonomian. Perkebunan-perkebunan
diawasi dan dipegang sepenuhnya oleh pemerintah Jepang.
Masyarakat juga diwajibkan untuk
melakukan pekerjaan yang dinilai berguna bagi masyarakat luas, seperti
memperbaiki jalan, saluran air, atau menanam pohon jarak. Mereka melakukannya
secara bergantian. Untuk mejalankan tugas tersebut dengan baik, maka
dibentuklah tonarigumi (rukun tetangga) untuk memobilisasi massa dengan
efektif.
Sementara itu, komunikasi di
Indonesia mengalami kesulitan baik komunikasi antar pulau maupun komunikasi
dengan dunia luar,karena semua saluran komunikasi dikendalikan oleh Jepang.
Semua nama-nama kota yang menggunakan bahasa Belanda diganti dengan Bahasa Indonesia.
Untuk mengawasi karya para seniman agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang,
maka didirikanlah pusat kebudayaan pada tanggal 1 April 1943 di Jakarta, yang
bernama Keimun Bunka Shidosho.
Jepang
yang mula-mula disambut dengan senang hati, kemudian berubah menjadi kebencian.
Rakyat bahkan lebih benci pada pemerintah Jepang daripada pemerintah Kolonial
Belanda. Jepang seringkali bertindak sewenang-wenang. Seringkali rakyat yang
tidak bersalah ditangkap, ditahan, dan disiksa. Kekejaman itu dilakukan oleh kempetai
(polisi militer Jepang).
c.
Pendidikan
Pada
masa pendudukan Jepang, keadaan pendidikan di Indonesia semakin memburuk.
Pendidikan tingkat dasar hanya satu, yaitu pendidikan enam tahun. Hal itu
sebagai politik Jepang untuk memudahkan pengawasan. Para pelajar wajib
mempelajari bahasa Jepang. Mereka juga harus mempelajari adat istiadat Jepang
dan lagu kebangsaan Jepang. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar
di semua sekolah dan dianggap sebagai mata pelajaran wajib.
Sementara itu, Perguruan Tinggi di
tutup pada tahun 1943. Beberapa perguruan tinggi yang dibuka lagi. Pada saat
itu, perkembangan perguruan tinggi benar-benar mengalami kemunduran.
Satu hal keuntungan pada masa Jepang
adalah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Menurut Jepang,
pendidikan kader-kader dibentuk untuk memelopori dan melaksanakan konsepsi
kemakmuran Asia Raya. Namun, bagi bangsa Indonesia tugas berat itu merupakan
persiapan bagi pemuda-pemuda terpelajar untuk mencapai kemerdekaan.
Para pelajar juga dianjurkan untuk
masuk militer. Mereka diajarkan heiho atau sebagai pembantu prajurit.
Pemuda-pemuda juga dianjurkan masuk barisan seinenden dan keibodan
(pembantu polisi). Mereka dilatih baris berbaris dan perang meskipun
hanya bersenjatakan kayu.
d.
Birokrasi dan Militer
Dalam
bidang birokrasi, dengan dikeluarkannya UU no. 27 tentang Aturan Pemerintah
Daerah dan UU No.28 tentang Aturan Pemerintah Syu dan Tokubetshu Syi,
maka berakhirlah pemerintahan sementara. Kedua aturan itu merupakan
pelaksanaan struktur pemerintahan dengan datangnya tenaga sipil dari Jepang di
Jawa. Mereka ditempatkan di Jawa untuk melakukan tujuan reorganisasi Jepang,
yang menjadikan Jawa sebagai pusat perbekalan
perang di
wilayah selatan.
Pada masa pendudukan Jepang, rakyat
Indonesia mendapatkan banyak manfaat dalam bidang militer. Mereka mendapat
kesempatan untuk berlatih militer. Melalui propagandanya, Jepang berhasil
membujuk penduduk untuk menghadapi sekutu. Karena itulah mereka melatih
menduduk dengan latihan-latihan militer. Bekas pasukan Peta itulah yang menjadi
kekuatan inti Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang menjadi Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) dan sekarang dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2.
Janji kemerdekaan
Pada
tahun 1944, Jepang terdesak, Angkatan Laut Amerika Serikat berhasil merebut
kedudukan penting Kepulauan Mariana, sehingga jalan menuju Jepang semakin
terbuka. Jenderal Hedeki Tojo pun kemudian digantikan oleh Jenderal Jiniaki
Kaiso sebagai perdana menteri. Angkatan udara Sekutu yang di Morotai pun mulai
mengadakan pengeboman atas kedudukan Jepang di Indonesia. Rakyat mulai
kehilangan kepercayaannya terhadap Jepang dalam melawan Sekutu.
Sementara itu Jenderal Kiniaki Kaiso
memberikan janji kemerdekaan (September 1944). Sejak itulah Jepang memberikan
izin kepada rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera Merah Putih di samping
bendera Jepang Hinomaru. Lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah lagu
Sementara itu Jenderal Kiniaki Kaiso memberikan janji kemerdekaan (September
1944). Sejak itulah Jepang memberikan izin kepada rakyat Indonesia untuk
mengibarkan bendera Merah Putih di samping bendera Jepang Hinomaru. Lagu
Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah lagu
Selanjutnya, Letnan Jenderal
Kumakici Harada mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Badan itu dibentuk untuk
menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik, dan
tatanan pemerintahan sebagai persiapan kemerdekaan Indonesia. Badan itu
diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, R.P Suroso sebagai wakil
ketua merangkap kepala Tata Usaha dan seorang Jepang sebagai wakilnya Tata
Usaha, yaitu Masuda Toyohiko dan Mr. R. M. Abdul Gafar Pringgodigdo. Semua
anggotanya terdiri dari 60 orang dari tokoh-tokoh Indonesia, ditambah tujuh
orang Jepang yang tidak punya suara.
Sidang BPUPKI dilakukan dua tahap,
tahap pertama berlangsung pada 28 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Sidang pertama
tersebut dilakukan di Gedung Chou Shangi In di Jakarta yang
sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila. Jepang tidak pernah terlibat dalam
pembicaraan persiapan kemerdekaan. Semua hal yang berkaitan dengan
masalah-masalah kemerdekaan Indonesia merupakan urusan pemimpin dan anggota
dari Indonesia.
Pada pidato sidang BPUPKI,Radjiman
menyampaikan pokok persoalan mengenai Dasar Negara Indonesia yang akan
dibentuk. Pada sidang tahap kedua yang berlangsung dari tanggal 10-11 Juni
1945, dibahas dan dirumuskan tentang Undang-Undang Dasar.
Dalam sidang pertama, Sukarno
mendapat kesempatan berbicara dua kali, yaitu tanggal 31 Mei dan 1 Juni 1945.
Sukarno mengusulkan dasar-dasar negara. Pada mulanya Sukarno mengusulkan Panca
Dharma. Nama Panca Dharma dianggap tidak tepat. Sukarno kemudian meminta saran
pada seorang teman, yaitu Muh. Yamin. selanjutnya dinamakan Pancasila. Sila
artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itu didirikan Negara
Indonesia, supaya kekal dan abadi.
Pada
kesempatan tersebut Ir. Sukarno juga menjadi pembicara kedua. Ia mengemukakan
tentang lima dasar negara. Lima dasar itu adalah (1) Kebangsaan Indonesia, (2)
Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, (3) Mufakat atau Demokrasi, (4)
Kesejahteraan Sosial, (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. Pidato itu kemudian dikenal
dengan Pancasila .
Sementara
itu Muh.Yamin dalam pidatonya juga mengemukakan Azas dan Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia. Menurut Yamin ada lima azas, yaitu (1) Peri
Kebangsaan, (2) Peri Kemanusian, (3) Peri Ketuhanan, (4) Peri Kerakyatan, dan
(5) Kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya,
sebelum sidang pertama berakhir BPUPKI membentuk panitia kecil yang terdiri
dari sembilan orang. Pembentukan panitia sembilan itu bertujuan untuk
merumuskan tujuan dan maksud didirikannya Negara Indonesia. Panitia kecil itu
terdiri atas, Ir. Sukarno, Drs Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A Maramis,
Abdul Kahar Muzakkar, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso.
Panitia kecil itu menghasilkan rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan
Indonesia Merdeka. Kemudian disusunlah rumusan bersama dasar negara Indonesia
Merdeka yang kita kenal dengan Piagam Jakarta.
3.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
BPUKPI
kemudian dibubarkan setelah tugas-tugasnya selesai. Selanjutnya dibentuklah
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945. Badan itu
beranggotakan 21 orang. Panitia inilah yang kemudian mengesahkan Piagam Jakarta
sebagai pendahuluan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, 18 Agustus 1945.
No comments:
Post a Comment