Monday, 2 March 2015

Makalah Pembuatan Hand Soap kelas X

A.   Teori
Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Metode pembuatan sabun pada zaman dahulu tidak berbeda jauh dengan metode yang digunakan saat ini, walaupun tentunya kualitas produk yang dihasilkan saat ini jauh lebih baik. Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan trigliserida dengan soda kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan produk samping berupa gliserin. Bahan baku pembuatan sabun dapat berupa lemak hewani maupun lemak/minyak nabati.

Sabun memiliki karakteristik tertentu. Terdapat beberapa parameter untuk menentukan kualitas sabun yang dihasilkan dari proses saponifikasi. Parameter-parameter
tersebut antara lain pH, kuantitas busa dalam air, perilaku sabun dalam air
sadah, daya cuci, tekstur, dan kekerasan sabun.
Banyaknya sabun yang dihasilkan dari metode saponifikasi bergantung pada
beberapa hal, salah satu di antaranya adalah nilai angka penyabunan (saponification
value) dari lemak/minyak yang digunakan. Makin tinggi angka penyabunan yang
dimiliki oleh suatu lemak/minyak, makin banyak jumlah sabun yang dihasilkan dari
proses saponifikasi.
Sabun cair merupakan produk yang lebih banyak disukai dibandingkan sabun padat oleh masyarakat sekarang ini, karena sabun cair lebih higienis dalam penyimpanannya dan lebih praktis dibawa kemana-mana. Sabun adalah bahan yang telah dikenal sejak jaman dahulu kala, digunakan sebagai pencuci dan pembersih. Sabun yang pertama dibuat oleh orang Arab dan Persia dihasilkan dengan mencampur lemak domba dengan abu tumbuhan laut.
Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan bahan tambahan yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan pewarna dan bahan pewangi. Bahan pembentuk badan sabun (builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun, dapat diberikan berupa natrium karbonat, natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan pengisi (fillers) digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun, dan menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang ditambahkan biasanya adalah kaolin, talk, magnesium karbonat dan juga soda abu serta natrium silikat yang dapat berfungsi pula sebagai antioksidan.
Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan sabun yaitu berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam yang ditambahkan biasanya adalah NaCl. Dengan menambahkan NaCl maka akan terbentuk inti sabun dan mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg. Jika akan dibuat sabun cair, tidak diperlukan penambahan garam ini.
Beberapa bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu bahan yang dapat menstabilkan sabun sehingga tidak menjadi rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfit, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. Sedangakan untuk bahan tambahan parfum, yang biasa digunakan adalah patchouli alcohol, cresol, pyrethrum, dan sulfur. Pada sabun cuci juga digunakan pelarut organic seperti petroleum naphta dan sikloheksanol.
Dalam hal ini yang perlu untuk diketahui adalah bahwa sifat pencuci dari sabun disebabkan karena sabun merupakan senyawa surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan sambil mengemulsi kotoran. Pengelompokkan minyak surfaktan sebagai anionik, kationik atau netral tergantung sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya adalah surfaktan anionik yang bersifat antibakteri.
Alkali yang digunakan untuk proses penyabunan adalah kaustik (NaOH) dan soda kalium (KOH). Soda kaustik digunakan untuk membuat sabun keras sedangkan soda kalium untuk membuat sabun lunak sampai cair seperti sampo. Soda Q yang mengandung senyawa K2CO3, Na2CO3 dan NaOH dapat dimanfaatkan sebagai sumber alkali. Oleh karena kadar K2CO3 soda Q cukup tinggi sehingga soda Q potensial untuk digunakan membuat sabun cair.
Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau saponifikasi, yaitu reaksi antara lemak/gliserida dengan basa seperti berikut:


Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang.( Bailey’s, 1964 ).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya (Levenspiel, 1972).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen., sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Suhu (T)
Pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1987).

4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.

B.   Standar Kualitas
a. Nilai pH
Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting dalam pembuatan sabun, karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun. Nilai pH larutan sabun bergantung pada jenis lemak, sebagai contoh sabun yang dibuat dari minyak kelapa mempunyai pH antara 9 dan 10, sedangkan sabun dari lemak hewani memberikan pH sekitar 10,8. Sabun cair hasil penelitian memiliki nilai rerata pH antara 9,84-10,29
b. Daya Buih
Salah satu daya tarik sabun adalah kandungan buihnya. Perilaku konsumen menunjukkan bahwa mereka akan merasa puas jika, sabun yang dipakai berbuih banyak. Sabun cair yang dihasilkan memiliki rerata daya buih 0,87-2,73 cm. Daya buih mempunyai kecenderungan makin menurun dengan semakin lamanya pengadukan dan sema-kin banyaknya rasio air-sabun.
c. Residu Alkali Bebas
Sabun cair yang dihasilkan mempunyai rerata residu alkali bebas 0,01- 0,03%. Residu alkali bebas memiliki kecenderungan semakin menurun akibat lama pengadukan dan akibat kenaikkan rasio air/sabun. Hal ini akibat adanya reaksi alkali dengan asam-asam lemak yang terdapat pada minyak hasil daur ulang sehingga reaksi penyabunan semakin sempurna, yang berdampak pada penurunan residu alkali bebas. Adanya penurunan residu alkali bebas ini juga disebabkan oleh rasio air/sabun yang ditambahkan, karena air dapat menurunkan konsentrasi alkali bebas dalam sabun.
d. Viskositas (Kekentalan)
Rerata viskositas sabun cair yang dihasilkan adalah 1,47-5,20 cps. Viskositas tertinggi sabun cair pada pengadukan 90 menit dan rasio air/sabun 2:1 (b/b). Penurunan viskositas akibat peningkatan rasio air/sabun dikarenakan viskositas dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun tersebut. Makin sedikit kadar air dalam sabun viskositas semakin tinggi, dan sebaliknya makin banyak kadar air dalarn sabun maka viskositas semakin rendah.
e. Total Asam Lemak
Total asam lemak adalah jumlah seluruh lemak pada sabun yang telah ataupun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun cair yang dihasilkan memiliki kadar total asam lemak antara 6,34-8,60%. Kadar total asam lemak mempunyai kecenderungan menurun dengan bertambahnya lama pengadukan dan rasio air/sabun.
f. Rasa Kesat
Rasa kesat yang dimaksud disini adalah rasa tidak licin di tangan sehabis memakai sabun cair. Rerata nilai kesukaan terhadap rasa kesat berkisar 1.23-3,47
g. Aroma
Keberadaan parfum dan pewarna dalam produk sabun berdasarkan fungsi teknisnya memang tidak signifikan,artinya suatu produk secara fungsional adalah sama meskipun diberi atau tidak diberi parfurn atau pewarna. Namun, dari segi pemasaran, pernilaian parfum dan pewarna yang tepat akan sangat berarti bagi produk yang dipasarkan.

C.   Alat dan Bahan
·         Alat:
§  Baskom
§  Pengaduk
§  Gelas ukur
§  Masker
§  Sarung tangan
§  Jas lab
·         Bahan:
§  Sodium Lauryl Sulfate
§  Sodium Chloride
§  Foam Booster
§  Asam Karboksilat
§  EDTA
§  Air bersih
§  Pewarna
§  Parfum

D.   Prosedur Pembuatan
o   25 gr Sodium chloride dicampur dengan sodium lauryl sulfate. Aduk hingga rata (L1)
o   L1 ditambah air sedikit demi sedikit hingga larut sempurna. Air yang digunakan secukupnya saja sehingga campuran dapat larut (L2)
o   L2 ditambahkan foam booster , aduk hingga rata (L3)
o   L3 tambahkan EDTA, aduk hingga rata dan larut sempurna (L4)
o   Asam karboksilat dilarutkan dalam air secukupnya (L5)
o   Masukkan L5 ke L4 sedikit demi sedikit, sambil aduk hingga rata (L6)
o   25 gr sodium chloride dilarutkan dengan sisa air bersih yang ada, aduk hingga larut sempurna (L7)
o   Masukkan L7 ke L6 sedikit demi sedikit, sambil aduk hingga mengental (L8)
o   Masukkan dalam L8 warna secukupnya, aduk hingga rata
o   Masukkan parfum, aduk hingga rata, tutup wadah dengan rapat, diamkan selama 1 jam.

E.   Cara uji/prosedur analisa
Metode : Titrimetri
Prinsip : Pelarutan contoh dalam pelarut organik tertentu (alkohol 95 % netral) dilanjutkan dengan penitaran dengan basa (NaOH atau KOH)
Alat :
· Neraca analitik
· Erlenmeyer 250 ml
· Buret 50 ml
· Pipet tetes
Bahan :
· Sampel
· Alkohol 95 %
· Indikator fenolftalein (PP)
· KOH 0,1 N



Langkah Kerja:
  • Timbang dengan seksama 2 – 5 gram contoh ke dalam erlenmeyer 250 ml
  • Tambahkan 50 ml alkohol netral ( dibuat dengan cara: masukkan alkohol 95 % sebanyak yang diperlukan ke dalam erlenmeyer, tambahkan beberapa tetes indikator PP kemudian titrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda)
  • Setelah ditutup dengan pendingin balik, panaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak bebasnya.
  • Setelah dingin, larutan lemak dititrasi dengan 0,1 N larutan KOH standar
  • Tambahkan 3 – 5 tetes indikator PP dan titirasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Apabila cairan yang dititrasi berwarna gelap dapat ditambahkan pelarut yang cukup banyak dan atau dipakai indikator bromthymol blue sampai berwarna biru.
  • Angka asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak atau minyak.
  • Lakukan penetapan duplo
F.    Kesulitan Teknis
Dalam pengukuran, sulit untuk menimbang bahan pas takarannya. Jika bahan tersebut kurang atau lebih, dapat mengurangi kualitas sabun.
Dalam pembuatan, saat mencampur tidak ada keterangan waktu kapan kita mencampur bahan bahan itu. Jika belum waktunya sudah dicampur, akan membuat sabun itu tidak cair atau dapat menggumpal.











G.  Daftar Pustaka

-          Diktat Kuliah TK 5042-Teknologi Pengolahan Minyak dan Lemak, Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung(.pdf).
-          Laporan “Pembuatan Sabun Cair”, Farid Kurnia P dan Ibnu Hakim, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro(.pdf).
-          Laporan Jurnal “Pembuatan Sabun Cair”, Susinggih W, Soemarjo dan Titik Harnawi, Jurusan Teknologi Industri pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya(.pdf).

-          Laporan “Pembuatan Sabun Cair”, Siely Cicilia Nurhadi, Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Ma Chung Malang(.pdf).

1 comment:

  1. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
    Terjangkau
    Cost saving
    Solusi
    Penawaran spesial


    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management
    OUR SERVICE
    Coagulan
    Flokulan
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Garment wash
    Eco Loundry
    Paper Chemical
    Textile Chemical
    Coagulant
    Flokulan,nutrisi, bakteri
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical
    Hand sanitizer
    Evaporator
    Oli Grease
    Karung
    Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
    Zinc oxide
    Thinner
    Macam 2 lem
    Alat-alat listrik
    Packaging
    Pallet
    CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
    Almunium

    ReplyDelete