A.
Teori
Sabun
merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Metode pembuatan
sabun pada zaman dahulu tidak berbeda jauh dengan metode yang digunakan saat
ini, walaupun tentunya kualitas produk yang dihasilkan saat ini jauh lebih
baik. Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan trigliserida
dengan soda kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan produk samping
berupa gliserin. Bahan baku pembuatan sabun dapat berupa lemak hewani maupun
lemak/minyak nabati.
Sabun
memiliki karakteristik tertentu. Terdapat beberapa parameter untuk menentukan
kualitas sabun yang dihasilkan dari proses saponifikasi. Parameter-parameter
tersebut
antara lain pH, kuantitas busa dalam air, perilaku sabun dalam air
sadah,
daya cuci, tekstur, dan kekerasan sabun.
Banyaknya sabun yang dihasilkan
dari metode saponifikasi bergantung pada
beberapa
hal, salah satu di antaranya adalah nilai angka penyabunan (saponification
value) dari lemak/minyak
yang digunakan. Makin tinggi angka penyabunan yang
dimiliki
oleh suatu lemak/minyak, makin banyak jumlah sabun yang dihasilkan dari
proses
saponifikasi.
Sabun cair merupakan produk yang lebih banyak disukai dibandingkan
sabun padat oleh masyarakat sekarang ini, karena sabun cair lebih higienis
dalam penyimpanannya dan lebih praktis dibawa kemana-mana. Sabun adalah bahan
yang telah dikenal sejak jaman dahulu kala, digunakan sebagai pencuci dan
pembersih. Sabun yang pertama dibuat oleh orang Arab dan Persia dihasilkan
dengan mencampur lemak domba dengan abu tumbuhan laut.
Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan bahan
tambahan yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan sabun tersebut
adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan pewarna dan
bahan pewangi. Bahan pembentuk badan sabun (builder) diberikan untuk
menambah daya cuci sabun, dapat diberikan berupa natrium karbonat, natrium
silikat dan natrium sulfat. Bahan pengisi (fillers) digunakan untuk
menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun, dan menambah daya cuci sabun.
Bahan pencuci yang ditambahkan biasanya adalah kaolin, talk, magnesium karbonat
dan juga soda abu serta natrium silikat yang dapat berfungsi pula sebagai
antioksidan.
Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan sabun yaitu berfungsi
sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam yang ditambahkan biasanya
adalah NaCl. Dengan menambahkan NaCl maka akan terbentuk inti sabun dan
mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang digunakan sebaiknya murni,
tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg. Jika akan dibuat sabun cair, tidak diperlukan
penambahan garam ini.
Beberapa
bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu bahan yang dapat menstabilkan sabun
sehingga tidak menjadi rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfit, dan natrium
tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga
merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau
sebagai bleaching agent. Sedangakan untuk bahan tambahan parfum, yang biasa
digunakan adalah patchouli alcohol, cresol, pyrethrum, dan sulfur. Pada sabun
cuci juga digunakan pelarut organic seperti petroleum naphta dan sikloheksanol.
Dalam hal ini yang
perlu untuk diketahui adalah bahwa sifat pencuci dari sabun disebabkan karena
sabun merupakan senyawa surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan
sambil mengemulsi kotoran. Pengelompokkan minyak surfaktan sebagai anionik,
kationik atau netral tergantung sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan
gugus karboksilatnya adalah surfaktan anionik yang bersifat antibakteri.
Alkali yang digunakan
untuk proses penyabunan adalah kaustik (NaOH) dan soda kalium (KOH). Soda
kaustik digunakan untuk membuat sabun keras sedangkan soda kalium untuk membuat
sabun lunak sampai cair seperti sampo. Soda Q yang mengandung senyawa K2CO3, Na2CO3 dan
NaOH dapat dimanfaatkan sebagai sumber alkali. Oleh karena kadar K2CO3 soda Q
cukup tinggi sehingga soda Q potensial untuk digunakan membuat sabun cair.
Proses
pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau saponifikasi, yaitu
reaksi antara lemak/gliserida dengan basa seperti berikut:
Mula-mula reaksi
penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan
yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka
kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai
reaksi autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi
karena jumlah minyak yang sudah berkurang.( Bailey’s, 1964 ).
Reaksi
penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat
penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada
proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit
demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk
membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik.
Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya (Levenspiel,
1972).
Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi
larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang
digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan basa
harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang
digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan
sehingga fasenya tidak homogen., sedangkan jika basa yang digunakan terlalu
encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Pada
kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya
menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah
melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga
konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah
pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta
keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan
yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan
untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi.
Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya
reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana
konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering
terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1987).
4. Waktu
Semakin lama waktu
reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti
hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai
kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak
yang tersabunkan.
B. Standar
Kualitas
a. Nilai
pH
Nilai pH merupakan
parameter yang sangat penting dalam pembuatan sabun, karena nilai pH menentukan
kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun. Nilai pH larutan sabun
bergantung pada jenis lemak, sebagai contoh sabun yang dibuat dari minyak
kelapa mempunyai pH antara 9 dan 10, sedangkan sabun dari lemak hewani
memberikan pH sekitar 10,8. Sabun cair hasil penelitian memiliki nilai rerata
pH antara 9,84-10,29
b. Daya Buih
Salah satu daya tarik
sabun adalah kandungan buihnya. Perilaku konsumen menunjukkan bahwa mereka akan
merasa puas jika, sabun yang dipakai berbuih banyak. Sabun cair yang dihasilkan
memiliki rerata daya buih 0,87-2,73 cm. Daya buih mempunyai kecenderungan makin
menurun dengan semakin lamanya pengadukan dan sema-kin banyaknya rasio
air-sabun.
c. Residu Alkali Bebas
Sabun cair yang
dihasilkan mempunyai rerata residu alkali bebas 0,01- 0,03%. Residu alkali
bebas memiliki kecenderungan semakin menurun akibat lama pengadukan dan akibat
kenaikkan rasio air/sabun. Hal ini akibat adanya reaksi alkali dengan asam-asam
lemak yang terdapat pada minyak hasil daur ulang sehingga reaksi penyabunan
semakin sempurna, yang berdampak pada penurunan residu alkali bebas. Adanya
penurunan residu alkali bebas ini juga disebabkan oleh rasio air/sabun yang
ditambahkan, karena air dapat menurunkan konsentrasi alkali bebas dalam sabun.
d. Viskositas
(Kekentalan)
Rerata viskositas
sabun cair yang dihasilkan adalah 1,47-5,20 cps. Viskositas tertinggi sabun
cair pada pengadukan 90 menit dan rasio air/sabun 2:1 (b/b). Penurunan
viskositas akibat peningkatan rasio air/sabun dikarenakan viskositas
dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun tersebut. Makin sedikit kadar air dalam
sabun viskositas semakin tinggi, dan sebaliknya makin banyak kadar air dalarn
sabun maka viskositas semakin rendah.
e. Total Asam Lemak
Total asam lemak
adalah jumlah seluruh lemak pada sabun yang telah ataupun yang belum bereaksi
dengan alkali. Sabun cair yang dihasilkan memiliki kadar total asam lemak
antara 6,34-8,60%. Kadar total asam lemak mempunyai kecenderungan menurun
dengan bertambahnya lama pengadukan dan rasio air/sabun.
f. Rasa Kesat
Rasa kesat yang
dimaksud disini adalah rasa tidak licin di tangan sehabis memakai sabun cair.
Rerata nilai kesukaan terhadap rasa kesat berkisar 1.23-3,47
g. Aroma
Keberadaan parfum dan
pewarna dalam produk sabun berdasarkan fungsi teknisnya memang tidak
signifikan,artinya suatu produk secara fungsional adalah sama meskipun diberi
atau tidak diberi parfurn atau pewarna. Namun, dari segi pemasaran, pernilaian
parfum dan pewarna yang tepat akan sangat berarti bagi produk yang dipasarkan.
C. Alat dan
Bahan
·
Alat:
§ Baskom
§ Pengaduk
§ Gelas ukur
§ Masker
§ Sarung
tangan
§ Jas lab
·
Bahan:
§ Sodium
Lauryl Sulfate
§ Sodium
Chloride
§ Foam
Booster
§ Asam
Karboksilat
§ EDTA
§ Air bersih
§ Pewarna
§ Parfum
D. Prosedur
Pembuatan
o
25 gr Sodium chloride dicampur dengan sodium lauryl sulfate. Aduk
hingga rata (L1)
o
L1 ditambah air sedikit demi sedikit hingga larut sempurna. Air
yang digunakan secukupnya saja sehingga campuran dapat larut (L2)
o
L2 ditambahkan foam booster , aduk hingga rata (L3)
o
L3 tambahkan EDTA, aduk hingga rata dan larut sempurna (L4)
o
Asam karboksilat dilarutkan dalam air secukupnya (L5)
o
Masukkan L5 ke L4 sedikit demi sedikit, sambil aduk hingga rata
(L6)
o
25 gr sodium chloride dilarutkan dengan sisa air bersih yang ada,
aduk hingga larut sempurna (L7)
o
Masukkan L7 ke L6 sedikit demi sedikit, sambil aduk hingga
mengental (L8)
o
Masukkan dalam L8 warna secukupnya, aduk hingga rata
o
Masukkan parfum, aduk hingga rata, tutup wadah dengan rapat,
diamkan selama 1 jam.
E. Cara
uji/prosedur analisa
Metode :
Titrimetri
Prinsip :
Pelarutan contoh dalam pelarut organik tertentu (alkohol 95 % netral)
dilanjutkan dengan penitaran dengan basa (NaOH atau KOH)
Alat :
· Neraca
analitik
· Erlenmeyer
250 ml
· Buret 50 ml
· Pipet tetes
Bahan :
· Sampel
· Alkohol 95 %
· Indikator fenolftalein
(PP)
· KOH 0,1 N
Langkah Kerja:
- Timbang dengan seksama 2 – 5 gram contoh ke dalam
erlenmeyer 250 ml
- Tambahkan 50 ml alkohol netral ( dibuat dengan cara:
masukkan alkohol 95 % sebanyak yang diperlukan ke dalam erlenmeyer,
tambahkan beberapa tetes indikator PP kemudian titrasi dengan larutan
standar NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda)
- Setelah ditutup dengan pendingin balik, panaskan
sampai mendidih dan digojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak
bebasnya.
- Setelah dingin, larutan lemak dititrasi dengan 0,1 N
larutan KOH standar
- Tambahkan 3 – 5 tetes indikator PP dan titirasi
dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak
berubah selama 15 detik). Apabila cairan yang dititrasi berwarna gelap
dapat ditambahkan pelarut yang cukup banyak dan atau dipakai indikator
bromthymol blue sampai berwarna biru.
- Angka asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai
untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak atau minyak.
- Lakukan penetapan duplo
F. Kesulitan
Teknis
Dalam pengukuran, sulit untuk menimbang bahan pas
takarannya. Jika bahan tersebut kurang atau lebih, dapat mengurangi kualitas
sabun.
Dalam pembuatan, saat mencampur tidak ada keterangan
waktu kapan kita mencampur bahan bahan itu. Jika belum waktunya sudah dicampur,
akan membuat sabun itu tidak cair atau dapat menggumpal.
G. Daftar Pustaka
-
Diktat Kuliah TK 5042-Teknologi Pengolahan
Minyak dan Lemak, Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung(.pdf).
-
Laporan “Pembuatan Sabun Cair”, Farid Kurnia
P dan Ibnu Hakim, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro(.pdf).
-
Laporan Jurnal “Pembuatan Sabun Cair”,
Susinggih W, Soemarjo dan Titik Harnawi, Jurusan Teknologi Industri pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya(.pdf).
-
Laporan “Pembuatan Sabun Cair”, Siely Cicilia
Nurhadi, Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Ma Chung Malang(.pdf).
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
ReplyDeleteTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Coagulan
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Coagulant
Flokulan,nutrisi, bakteri
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium